Mimpiku dari Buku Ini!
“Nah, di pintu kulkas mereka bertaburan magnit souvenir dari berbagai negara. Saya suka sekali melihat souvenir kecil dengan gambar-gambar khas, yang menempel di pintu kulkas mereka. Saking sukanya saya sering berlama-lama memandangi. Cuma memandang saja tanpa berani menyentuh”
Secuil ungkapan dari Teh Asma Nadia tentang darimana mimpi berkeliling ke luar negeri itu berasal. Banyak orang yang bermimpi ingin ke luar negeri, dengan asal mimpi yang beragam. Mungkin kebanyakan orang, akan menjadikan buku ini sebagai asal mimpi tersebut. Jilbab Traveler.
Bagaimana tidak? Buku yang ditulis oleh Teh Asma Nadia dan 9 penulis muslimah lainnya (Beby Haryanti Dewi, Dina Y. Sulaeman, Hartati Nurwijaya, Dina Mardiana, Tria Barmawi, Wina Karnie, Ellina Soraya, Sitaresmi Sidharta, dan Dede Mariyah), begitu nikmat untuk dibaca. Cerita-cerita unik serta kata-kata motivasi dikisahkan dengan interaktif dan deskriptif, membawa kita masuk dalam imajinasi sedang berada di negara-negara yang diceritakan. Mulai dari benua kita, sampai ke benua-benua tetangga. Semua belahan dunia ternyata memiliki keunikan tersendiri.
Poin yang disorot dalam buku ini adalah jilbabnya. Jilbab dianggap sebagai penghambat bagi muslimah untuk melakukan perjalanan ke negeri orang. Buku ini mementahkan anggapan tersebut. Kata siapa berjilbab menghalang mimpi kita?
Buktinya, Teh Asma bisa sangat dekat bersahabat dengan Gu Kyoung-Hee Onny yang ia temui dua kali di jihacheol saat berada di Seoul, Korea. Teh Beby Haryanti Dewi juga bisa merasakan bagaimana berantakannya hotel yang ia tempati di Belanda. Simak juga cerita Teh Tria Barmawi yang dikejar-kejar oleh supir taksi saat ia diberi tugas di Karibia. Masih banyak kisah-kisah seru dan kocak lainnya di Jerman, Australia, Damaskus, Turki, Iran, Hong Kong, Paris, Amerika Serikat, sampai ke Moscow.
Kocak? Seru? Masa, sih? Ya.
Awalnya saya membayangkan akan membaca tulisan-tulisan deskriptif yang biasa kita baca di buku-buku lain, yang isinya hampir sama dengan buku geografi kita. Ternyata, dalam buku ini memberikan kesan yang berbeda. Pembaca diajak untuk berempati merasakan bagaimana cemas campur penasarannya Teh Dina Mardiana saat mendapat beasiswa ke Turki. Cemas karena harus tinggal sendiri di luar negeri tanpa orang tua, namun berkecamuk pula rasa penasaran ingin tahu bagaimana kehidupan masyarakat di negara sekuler ini, yang sebagian besar penduduknya memeluk agama Islam dan jumlahnya konon lebih banyak daripada Indonesia. Atau kagetnya Teh Beby Haryanti Dewi, saat om dan ayahnya datang ke Jerman hanya mengenakan kaos tangan panjang dan kemeja safari, padahal saat itu suhu di Jerman mencapai -10 derajat Celcius! Lucunya lagi, saat tahu suhunya serendah itu dan merasa salah kostum, om dan ayahnya mengeluarkan sajadah dan kaos kaki dari koper mereka. Lho, mau ngapain ya? Ternyata, sajadah digunakan untuk menutup kepala dan kaos kaki dijadikan sarung tangan! Mereka berdua sukses membuat bule-bule terheran-heran.
Kisah-kisah unik tentang jilbab juga diceritakan. Kocak, sedih, kesal, semua diungkapkan dengan hikmah dan ilham yang bisa kita ambil. Dikira Madam Theresa, mode yang sedang tren, TKW, sampai ditanya panjang lebar oleh petugas visa, membuat kita lebih termotivasi untuk keliling dunia agar dunia lebih mengenal Islam dan muslim. Untuk muslimah, dapat menyebar syi’ar dengan jilbabnya. Untuk itu, akhlak baik harus disertakan yang akan menyenangkan setiap orang yang ditemui, sehingga pandangan orang tentang Islam berubah menjadi agama yang lembut namun tegas, gampang bukan gampangan, mengatur segalanya namun tidak tanpa alasan. Bukan sebagai negara teroris yang hobi meledakkan bom sana-sini atau agama yang tidak menghargai wanita dengan adanya poligami. Seperti pertanyaan-pertanyaan yang pernah dilontarkan kepada Teh Sitaresmi Sidharta. Untuk itu, teteh yang satu ini menganjurkan kita untuk memperdalam Bahasa Inggris dan Islam. Beberapa penulis juga mengungkapkan bahwa kita tidak perlu takut berjilbab, karena jumlah muslimah berjilbab di negara asing juga tidak sedikit. Wow!
Selain itu, yang namanya tinggal di negeri orang, terutama di negara dengan muslim yang minoritas, kendala utama adalah tempat ibadah dan makanan halal. Berbeda dengan Indonesia yang masjidnya berlimpah, sampai-sampai bingung pilih masjid yang mana; muslim di luar negeri memenuhi kebutuhan akan sayang dan cintanya Allah SWT di museum, perpustakaan, subway station, bahkan di taman! Hunting makanan halal juga tidak kalah serunya. Kita harus berterima kasih pada orang-orang Turki, Maroko, Bangladesh, dan Pakistan yang terlebih dulu berimigrasi ke sana dan menyediakan makanan halal di tokonya.
Hola. Como esta usted? (Halo, apa kabarmu?)
Goed, dank u. (Baik, terima kasih.)
Gabsida! (Jalan, yuk!)
La (tidak)
Wah, kok saya jadi pintar beberapa bahasa gitu? Ya iyalah, karena di buku ini juga dituliskan secuil kamus survive dari negara-negara yang diceritakan oleh penulis. Bahasa Belanda, Spanyol, Damaskus, Korea, Jerman, Turki, dan masih banyak lagi. Selain kamus, ada pula berbagai macam tips yang bisa diterapkan saat kita ke luar negeri. Termasuk tips bagaimana agar perjalanan yang kita lakukan malah mendekatkan kita pada Allah SWT, bukan malah menjauhkan. Agar perjalanan kita bernilai ibadah, yang akan dicatat sebagai amalan. Jangan sampai perjalanan kita malah mendekatkan kita pada setan, sehingga akhirnya kita terjerembab pada perbuatan yang dilarang oleh Allah. Mengingat di negara lain yang komunitas muslimnya minor, banyak sekali godaan-godaan yang ditemukan.
Padat berisi. Sarat makna. Inspiratif. Fresh. Inilah kesan yang ditimbulkan setelah membaca buku ini.
Mungkin bisa dibuat chapter 2-nya, karena ternyata dalam buku ini belum ada pengalaman dari Benua Afrika. Mesir, Kenya, Ethiopia, atau Afrika Selatan. Atau ada gak ya, muslimah yang sudah melancong ke Arktik dan Antartika?
Foto-foto perjalanan juga bisa lebih diperbanyak, sehingga dapat dibayangkan tuh, bagaimana keindahan pantai di Karibia, Victoria Park-nya Hongkong, sampai bagaimana menyedihkannya hotel di Belanda yang disewa oleh keluarga Teh Beby Haryanti Dewi. He he, walau hanya melihat dari fotonya saja. Meskipun dari tulisannya juga sebenarnya sudah cukup membuat kita berimajinasi.
Layaknya buku untuk traveler yang berjilbab, akan lebih informatif bila disajikan daftar alamat masjid atau islamic center dari negara yang dikunjungi oleh penulis. Terutama, negara yang penduduk muslimnya minoritas.
Ilustrasi perempuan berjilbab yang imut nan cute di bagian tips atau cover halaman belakang, sangatlah menarik. Tokoh yang ekspresif. Mungkin akan lebih seru bila dibuat cerita bergambarnya juga (komik), dengan tokoh perempuan ini, yang sedang menceritakan pengalaman-pengalaman seru yang dialami oleh penulis-penulis. Yaa, sekadar dua atau tiga cerita.
Buku yang sangat menarik dari Asma Nadia Publishing House. Membangun mimpi jilbaber Indonesia agar tidak takut untuk berkeliling dunia. Justru dengan berkeliling dunia, dapat ikut menyebarkan syiar tentang Islam. Wow, udah jalan-jalan, dapat pahala lagi. Seperti tagline pada buku tersebut “Berjilbab nggak berarti kamu nggak bisa keliling dunia!”. (DNF)
*Diikutsertakan dalam Lomba Menulis Resensi Buku oleh Penerbit ANPH
*Gambar dari sini
1 komentar:
trims ya dik. izin sy posting di blog ya. :)
Post a Comment