Angin berhembus semilir melewati turunan dan tanjakan di wilayah kaki gunung Semeru. Sebuah gunung yang berada di Lumajang, Jawa Timur. Gunung ini adalah gunung tertinggi di pulau Jawa, yang masih menampakkan keaktifannya. Angin ini tak biasa, karena pada hari itu, dia membawa satu rombongan dalam bak besar pada sebuah truk yang sedang berjalan santai, untuk menjelajahi geronjalan jalanan tak beraspal, dengan membawa misi tertentu. Misi yang tak biasa. Misi dengan harapan mendapatkan nilai dariNya.
Dengan truk kuning ukuran sedang, menuju suatu dusun yang terpencil. Saking terpencilnya, sampai terkucil dari akses informasi untuk belajar tentang agama, sehingga yang diketahui warga hanya sekedarnya. Oleh karena itu, daerah ini menjadi daerah yang rawan pemurtadan. Beberapa orang tertarik pada lahan surga ini, mencari cara bagaimana membawa mereka mengetahui keindahan islam yang sesungguhnya. Mendedikasikan diri menjadi ustadz yang mengenalkan warga pada Al-Islam yang sebenarnya.
Membawa nilai moral memang penting, namun bila tak disokong nilai material, tak lebih kuat untuk menginisiasi warga agar sedikit melirik dan tertarik. Untuk itu, misi kami adalah melengkapinya. Dengan zakat yang dikumpulkan, kami dan beberapa pemberi zakat lainnya pergi bersama, melihat bagaimana kehidupan yang ada di sana dan bagaimana proses penyemaian penanaman nilai islam terjadi.
Dengan wajah-wajah yang cerah, rombongan kami yang kebanyakan adalah ibu-ibu, membunuh waktu menunggu dengan candaan dan obrolan riang. Tidak sangka, “Gruussakk!”, kontan semua berteriak “EEeee…”, “Aaaa..”,”Duh duh duh duuuh..” (nadanya bermacam-macam, mulai dari E minor, A minor, sampai D kres – ngasal). Ternyata, truk yang membawa mereka terperosok dalam lubang selokan yang cukup besar. “Waduh, piye iki? Ayo awake dhewe mudhun disik” (Aduh, bagaimana ini? Ayo kita turun dulu). Semua turun; tapi anehnya, tidak ada satupun yang meggerutu atau mengomel. Mungkin inilah yang disebut dengan innamal a’malu binniat; sesungguhnya segala amal perbuatan berasal dari niat. Karena niat sudah benar, terjagalah dari perbuatan yang tidak benar. Niat-niat inilah yang melabuhkan kami pada kegiatan yang terus kami lakukan hingga sekarang; di Desa Wonocepoko Ayu, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Propinsi Jawa Timur.
***
Lumajang adalah sebuah daeah yang lahannya banyak ditumbuhi pohon sengon, kira-kira jumlahnya saat ini mencapai 50 ribu buah. Bagian tanaman yang dimanfaatkan biasanya adalah batangnya. Batang pohon sengon sangat berguna di industri perkayuan. Untuk membuat batangnya tumbuh ke atas agar pohon menjadi lebih tinggi, perlu pemotongan ranting sepanjang ½ meter (dihitung dari pucuk pohon). Dalam pemotongan itu, sekitar 2-3 hari, terkumpul daun sengon sebanyak 1 kg. Artinya, bila ada 50 ribu pohon, berarti dalam jangka hari tersebut dapat dihasilkan daun sengon basah sebanyak 50 ton, yang beberapa kilonya diambil untuk diberikan kepada hewan-hewan ternak, salah satunya yang terkenal di Kecamatan Senduro, adalah kambing Senduro.
Daun sengon memiliki protein yang tinggi, sehingga kualitas kambing yang diberikan pakan dedaunan ini sangatlah bagus. Kambing “berkewarganegaraan” Senduro sudah terkenal di mana-mana, termasuk di Malaysia. Ciri kambing senduro sangatlah khas. Julukan kambing bule diberikan karena warna keseluruhannya yang putih. Posturnya tinggi. Oleh Malaysia, kambing Senduro dikawinkan dengan kambing Boer, kambing dengan postur yang besar. Sehingga, dihasilkan peranakan yang tinggi dan besar. Mungkin kalau diberi nama yang sedikit gaul akan menjadi Sembur (he he maaf jayus).
Awalnya, uang zakat yang terkumpul kami kelola untuk membangun sarana dan prasarana warga. Membangun masjid dan membeli perlengkapannya; mencukupi kebutuhan sembako warga; dan memperbaiki rumah-rumah yang sudah sangat tak layak untuk ditinggali. Setelah dirasa cukup baik, kami mencoba untuk memanfaatkan potensi pakan ternak (daun sengon) yang berlimpah dan potensi untuk memelihara kambing sebagai cara untuk menyalurkan zakat agar dampaknya efektif dalam mengentaskan kemiskinan.
Dengan bidang peternakan sebagai usaha yang kami geluti, tidak susah untuk mendistribusikan beberapa ekor kambing ke sana. Ada 25 ekor kambing jenis peranakan etawa yang dikirim; 24 ekor betina, 1 ekor jantan (wow, surga dunia bagi si jantan, memiliki betina dalam jumlah yang jika diumpamakan kambing tersebut adalah manusia, entah akan jadi apa). Sebanyak 24 ekor kambing betina tersebut diberikan kepada sejumlah kepala keluarga, untuk dirawat. Bila nantinya si betina ini melahirkan 2 ekor anak, 1 ekor dapat diambil oleh si pemelihara.
Salah seorang pemelihara kambing zakat adalah Mbah Surani. Tak satu jam pun Mbah Surani terlewat menjaga kambing-kambing tersebut tepat di sisinya, pun saat beliau tidur. Kok bisa? Bisa, karena dipan tempat beliau tidur berada tepat di sebelah kandangnya. Jadi, di samping kandang, beliau membuat sebuah space tertutup sebagai ruang tidurnya. Tetapi dari situ dia juga bisa melihat dengan jelas kandang, kambing, beserta buangannya (alias kotoran kambing). Bahkan, setiap hari beliaulah yang membersihkan kotorannya, padahal aslinya pemilik kambing-kambing ini adalah ponakannya. Sebenarnya, ada sebuah rumah yang ditempati oleh keluarganya, namun karena sering cek-cok dengan anaknya, beliau tidak mau tinggal di dalam rumah tersebut.
Dengan zakat berupa hewan ternak, diharapkan dapat memberikan nilai tambah, baik bagi pemberi zakat maupun penerima. Hewan ternak sendiri memiliki banyak kegunaan. Misalnya kambing, selain daging dan susunya yang bernilai, kotorannya pun tak kalah manfaat. Namun, masih ada persoalan yang harus dihadapi, yaitu dari sisi masyarakat. Masyarakat tidak mudah untuk menerima pemahaman tentang banyaknya manfaat yang didapat. Memang untuk menabur kebaikan, akan mengalami proses yang sangat panjang dan tidak ringan. Tetapi, akan terasa indah saat menuainya.
***
Tokoh ‘kami’ di sini tak lain tak bukan adalah kedua orang tua saya, yang mengelola zakat dan infaq dari sebagian masyarakat. Berzakat kini tak hanya bermodal syarat dan sarat, tapi juga harus cermat. Sehingga, tak hanya harkat dan martabat si pemberi yang diangkat oleh Allah, namun taraf hidup masyarakat juga meningkat. Bayangkan kalau dari kambing zakat yang diberikan untuk dipelihara masyarakat tersebut dapat menjadikan mereka juragan kambing, dengan belasan bahkan puluhan ekor yang bisa diekspor ke luar negeri. Alangkah dahsyat efek zakat. Bila cara-cara zakat yang cermat bermunculan, tidak mustahil jika we can improve the world with zakat. Tentu saja saya sangat iri dengan kedua orang tua saya, yang selama ini menurut saya menjadi dekat dengan Allah, salah satunya karena berzakat. Wa’aqimisshalah wa’atawuzzakah (dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat); menjadi klausa yang sering muncul saat membaca Al-Quran. Ini menunjukkan bahwa shalat dan zakat menjadi hal yang sangat penting. Mungkin hari ini akan menjadi turning point bagi saya, untuk belajar menafkahkan harta yang dimiliki, yang dicintai. Untuk itu, ada suatu nazar yang saya simpan dalam lubuk hati; bila pada hari ini, pukul tiga sore nanti, saya berkesempatan berdiri di atas panggung putih, di depan layar kuning itu.
2 komentar:
keren din :) semoga dapet laptop ya
hehehe belom rezeki ternyata,ran..masih kudu banyak belajar nih :D minta saran dong dr Master Randi
Post a Comment