“Capek dan jenuh boleh, tapi jangan pernah berpikir untuk berhenti dan menyerah.”
Itu yang selalu ada di dalam pikiran saya. Selalu. Pun ketika saya sudah masuk di fase ini, fase pencarian dan pemilihan lowongan kerja, fase saya menikmati penulisan dan pengiriman lamaran, penantian panggilan tes atau wawancara, perjalanan ke tempat tes yang ditempuh dengan motor kesayangan ataupun dengan KRL (terkadang nikmat sekali saat berdesak-desakan kanan kiri), dan tentu saja fase penolakan (karena sampai sekarang masih belum ada lamaran yang nyantol). Fase untuk menjadi wanita karir.
Pertama kali saya dipanggil untuk tes, saya optimis akan langsung diterima, dan berpikir penantian ini tidak akan lama. Terlebih saat sudah lolos pada tahap pertama. Saat menjalani tahap kedua, optimis juga masih dalam hati dan pikiran saya. Namun, di saat tidak lagi mendapat kesempatan di tahap selanjutnya, mimpi-mimpi bekerja dan mendapatkan gaji agar bisa menabung pun melayang. Akhirnya, di tes-tes selanjutnya, gaya optimis kebablasan ini pun berubah. Tetap optimis, namun menyerahkan semua keputusan pada Allah SWT. “Saya bisa”, “Saya optimis”, kata kunci itu yang selalu coba saya pakai untuk membuka hati dalam setiap perbuatan yang akan saya lakukan. Pun dengan istilah “job seeker” saya ubah menjadi “job chooser”. Karena kita juga berhak kan, memilih jenjang karir mana yang akan kita tempuh. Apakah lewat posisi A, B, atau C. Apakah di perusahaan X, Y, atau Z.
Pernah saat tes, si HRD berkata, “Bila ada dari Anda yang pada akhirnya nanti tidak lolos, bukan berarti anda tidak pintar atau tidak memiliki kemampuan, tapi memang Anda belum cocok untuk bekerja di perusahaan ini.” Kata-kata ini menurut saya sangat benar. Saya yakin saya tidak bodoh, tapi memang saya tidak cocok bekerja di sini atau bukan di sini lapangan yang cocok dengan kompetensi yang saya miliki. Seperti kalimat yang pernah saya baca di salah satu thread dalam website ternama di Indonesia, bahwa “Ada sejuta alasan mengapa Anda tidak diterima dan ada semiliar alasan Anda akan diterima”. Dengan kata lain, usaha sudah saya lakukan, tapi segalanya Allah-lah yang memutuskan, karena Dia yang Maha Tahu apa yang ke depannya bakal terjadi.
Semua kalimat dari user yang satu ini (yang tersebut di paragraf atas), banyak sekali memotivasi saya. Misalnya, kadang kita bingung akan menjawab apa saat menghadapi tes wawancara (sampai-sampai ada ratusan buku yang membahas tentang tips-tips wawancara). Namun, user tersebut mengatakan bahwa apa yang harus dilakukan, adalah menjadi diri sendiri. “Lupakan semua teori-teori dari para ilmuwan hebat. Anda diterima karena memang anda memang akan diterima. Hati-hati dan jangan merasa rendah diri, HRD yang baik tidak akan berlebihan sikapnya, malah akan sangat menghargai diri Anda sebagai kandidat, bahkan jika Anda hanya seorang pemula yang belum bekerja. Bekerjalah pada orang yang bisa menghargai diri Anda. Yakin pada kemampuan diri sendiri.” (diambil dari sini). Nah, betul, kan? Ini sangat motivatif. Semoga jika ada yang membaca dan sedang mengalami hal yang sama dengan saya, dapat pula termotivasi.
Satu hal lagi yang membuat saya tidak dan tidak akan pernah berhenti, yaitu dukungan dari kedua orang tua. Saat saya dipanggil untuk mengikuti tes, pihak pertama yang saya kabari adalah orang tua. Pun saat saya belum berhasil, juga orang tua (maaf sudah merepotkan papa dan mama). Selalu, saya berkonsultasi dengan orang tua, pekerjaan mana yang bisa saya ambil. Terkesan tidak mandiri? Tidak juga. Karena menurut saya, restu orang tua menentukan nasib kita selanjutnya. Kalaupun sedang tidak sepaham, akan segera dicoba dicari jalan tengahnya. Senang sekali, saat saya gagal, bukan kata dan nasihat bernada sumbang yang saya dapatkan. Tetapi dorongan untuk tetap maju dan mencoba. Mereka berdua secara langsung menjadi motivator yang “ter-“ versi saya; terbaik, terhebat, ternama, terkeren, dan ter-ter lainnya.
Katanya job fair juga menjadi ajang pemilihan (ingat, pemilihan, bukan pencarian) kerja yang potensial. Akhirnya, job fair pun rajin saya datangi. Namun, memang jodoh belum bertali, mimpi belum terisi. Tapi, lagi-lagi, saya tidak dan tidak akan pernah menyerah dan berhenti. Di mana ada job fair, di situ barangkali akan ada saya. Kalaupun tidak ada, setidaknya jiwa saya ada di sana (haha agak maksa). Career center dari universitas-universitas juga tidak luput untuk dicoba. Tapi, nama saya sepertinya kok belum terdaftar di ECC UGM,ya. Padahal usaha dengan jalan yang satu ini juga sayang bila dilewatkan. Coba cari tau ah, bagaimana cara daftar di sana.
So, come, fight, and win!
NB : So, what’s ur biggest motivation? Share it dan ikuti Kompetisi Blog yang diadakan ECC UGM (Salah satu Career Center-nya UGM) sampai tanggal 13 Februari 2011. Daftar dan kirim di sini :)
Sumber gambar :
1. Never give up
2. Job interview
3. Holding hands
4. ECC UGM
Sumber gambar :
1. Never give up
2. Job interview
3. Holding hands
4. ECC UGM
5 komentar:
halow dee... jangan menyerah jangan menyerah.. lagunya sap yah ^^ harus selalu semangat :D
“Capek dan jenuh boleh, tapi jangan pernah berpikir untuk berhenti dan menyerah"
benar. itu yg selalu saya ingatkan pada diri saya. berkali2 gagal, memang sangat mengecewakan tp jgn sampai jadikan kegagalanmu sebagai alasan untuk tidak beranjak.
Good post, dear. salam kenal :)
@mb aishi : d'masiv boouuww hehehe..massiver ya,mba? :D
@desfi : salam kenal juga yaah :) thx for coming :D betul betul..jadi kita tetep kudu sampai ke tujuan walaupun hrs terseok..
"Di mana ada job fair, di situ barangkali akan ada saya. Kalaupun tidak ada, setidaknya jiwa saya ada di sana (haha agak maksa)."
I like that, keep up goin'!
thanks for liking that :D
but, gara2 ikutan job fair, kantong jadi lebih kempes T.T hehehe but,hope that's one of sacrifices that will bring luck :)
Post a Comment